kyai

kyai

Minggu, 30 November 2014

materi ski kelas x

Berdirinya Kerajaan Shafawi, Rakyat Dipaksa Menjadi Syiah

Sebelum Daulah Syiah Shafawi berkuasa di Iran, wilayah tersebut dikuasai oleh orang-orang Mongol Dinasti Ilkhan. Madzhab resmi negeri ini adalah Ahlussunnah namun sudah terkontaminasi dengan paham tasawwuf.
Pada masa Shafiyuddin Ishaq, situasi politik di Iran dan sekitarnya dalam kondisi tidak stabil, rakyat merasa tidak puas terhadap pemerintahnya, perbuatan keji tersebar di kalangan penguasa, dll. Syiah membaca hal ini sebagai peluang mereka. Pada awalnya Syiah hanya sebagai gerakan keagamaan, namun pada masa al-Junaid –cucu Shafiyuddin Ishaq- gerakan madzhab ini berubah menjadi gerakan politik dan Sultan Haidar menetapkan bahwa nasab keluarga Shafawi bersambung dengan Musa bin Ja’far al-Kazhim (Tarikh ad-Daulah ash-Shafawiyah fi Iran, Hal: 38).
Deklarasi Syiah sebagai gerakan politik atau pengakuan masuknya kader Syiah dalam ranah politik bertujuan untuk memperluas pengaruh mereka dan sebagai sinyal perlawanan terhadap Dinasti Ilkhan yang mulai sakit. Gerakan perlawanan mereka dimulai pada masa Fairuz Syah yang memimpin revolusi perlawanan terhadap Ilkhan dan puncaknya dicapai pada masa Syah Ismail ash-Shafawi dengan berdirinya Daulah Syiah ash-Shafawi tahun 1501. Saat itulah madzhab resmi Iran berganti menjadi Syiah, dan rakyat dipaksa untuk memeluk pemahaman ini. Syah Ismail tidak peduli bahwa mayoritas rakyatnya adalah orang-orang berpaham Ahlussunnah. Ia mengerahkan seluruh kemampuan dan pengaruhnya untuk memaksa warga beralih madzhab menjadi Syiah.
Tidak berhenti memberlakukan kebijakan tersebut di dalam negerinya, Syah Ismail juga berupaya menyebarkan paham Syiah di Daulah Ahlussunnah seperti Daulah Utsmaniyah. Masyarakat Utsmani menolak keras ajaran Syiah yang pokok pemikirannya adalah mengkafirkan para sahabat Nabi, melaknat generasi awal Islam, meyakini adanya perubahan di dalam Alquran, dll. Ketika Syah Ismail memasuki wilayah Irak, ia membunuhi umat Islam Ahlussunnah, menghancurkan masjid-masjid, dan merusak pekuburan.
Pemimpin Utsmaniyah, Sultan Salim, menanggapi serius upaya yang dilakukan oleh Syah Ismail terhadap rakyatnya. Pada tahun 920 H/1514 M, Sultan Salim membuat keputusan resmi tentang bahaya pemerintah Iran ash-Shafawi. Ia memperingatkan para ulama, para pejabat, dan rakyatnya bahwa Iran dengan pemerintah mereka ash-Shafawi adalah bahaya nyata, tidak hanya bagi Turki Utsmani bahkan bagi masyarakat Islam secara keseluruhan. Atas masukan dari para ulama, Sultan Salim mengumumkan jihad melawan Daulah Shafawiyah. Sultan Salim memerintahkan agar para simpatisan dan pengikut Kerajaan Shafawi yang berada di wilayahnya ditangkap dan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat dijatuhi sangsi hukuman mati (Juhud al-Utsmaniyin li Inqadz al-Andalus).

Persekutuan Daulah Shafawiyah dengan Pasukan Salib Melawan Umat Islam

Peperangan antara Daulah Syiah Shafawi dengan umat Islam yang diwakili Turki Utsmani pun benar-benar terjadi. Sadar bahwa Turki Utsmani begitu besar untuk ditaklukkan, ash-Shafawi menjalin sekutu dengan orang-orang kafir Eropa yakni orang Kristen Portugal kemudian Kerajaan Inggris. Di antara poin kesepatakan kedua kelompok ini adalah Portugal membantu Shafawi dalam perang terhadap Bahrain, Qathif, dan Turki Utsmani.
Panglima Portugal, Alfonso de Albuquerque, mengatakan, “Saya sangat menghormati kalian atas apa yang kalian lakukan terhadap orang-orang Nasrani di negeri kalian. Sebagai balas jasa, saya persiapkan armada dan tentara saya untuk kalian dalam menghadapi Turki Utsmani di India. Jika kalian juga ingin menyerang negeri-negeri Arab atau Mekah, saya pastikan pasukan Portugal ada di sisi kalian, baik itu di Laut Merah, Teluk Aden, Bahrain, Qathif, atau di Bashrah, Syah Ismail akan melihat saya di Pantai Persia dan saya akan melakukan apa yang dia inginkan.” (Qira-ah Jadidah di Tarikh al-Utsmaniyin).
Tawaran kerja sama Portugal ini bukanlah sesuatu yang tanpa pamrih, mereka menginginkan membangun sebuah pangkalan di Teluk Arab. Bantuan kerja sama militer ini juga menjanjikan pembagian wilayah taklukkan; Shafawi mendapatkan Mesir dan Portugal diiming-imingi dengan tanah Palestina (Qira-ah Jadidah di Tarikh al-Utsmaniyin). Pasukan Salib Portugal mengtahui, bekerja sama dengan negeri-negeri muslim Teluk atau mengadakan kontak senjata dengan mereka akan berbuah kegagalan terhadap misi mereka. Shafawi adalah pilihan tepat bagi mereka untuk masuk memuluskan misi mereka di dunia Arab.
Selain bekerjasama dengan Portugal, Shafawi juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Inggris untuk memerangi umat Islam di Irak. Di Irak mereka membunuh 7000 warga Ahlussunnah dari Suku Kurdi, melarang mereka menunaikan ibadah haji ke Mekah, dan memaksa umat Islam di sana untuk berhaji ke Kota Masyhad, Iran, kota yang mereka yakini tempat kelahiran imam mereka, Imam Ali bin Musa ar-Ridha.
Inilah fakta yang terjadi, dibalik slogan-slogan persatuan ternyata ada tikaman dari belakang. Di balik kesan pahlawan, Syiah bagaikan serigala yang mengindati domba-domba yang akan dimangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar