Berdirinya Kerajaan Shafawi, Rakyat Dipaksa Menjadi Syiah
Sebelum Daulah Syiah Shafawi berkuasa di Iran, wilayah tersebut
dikuasai oleh orang-orang Mongol Dinasti Ilkhan. Madzhab resmi negeri
ini adalah Ahlussunnah namun sudah terkontaminasi dengan paham tasawwuf.
Pada masa Shafiyuddin Ishaq, situasi politik di Iran dan sekitarnya
dalam kondisi tidak stabil, rakyat merasa tidak puas terhadap
pemerintahnya, perbuatan keji tersebar di kalangan penguasa, dll. Syiah
membaca hal ini sebagai peluang mereka. Pada awalnya Syiah hanya sebagai
gerakan keagamaan, namun pada masa al-Junaid –cucu Shafiyuddin Ishaq-
gerakan madzhab ini berubah menjadi gerakan politik dan Sultan Haidar
menetapkan bahwa nasab keluarga Shafawi bersambung dengan Musa bin
Ja’far al-Kazhim (Tarikh ad-Daulah ash-Shafawiyah fi Iran, Hal: 38).
Deklarasi Syiah sebagai gerakan politik atau pengakuan masuknya kader
Syiah dalam ranah politik bertujuan untuk memperluas pengaruh mereka
dan sebagai sinyal perlawanan terhadap Dinasti Ilkhan yang mulai sakit.
Gerakan perlawanan mereka dimulai pada masa Fairuz Syah yang memimpin
revolusi perlawanan terhadap Ilkhan dan puncaknya dicapai pada masa Syah
Ismail ash-Shafawi dengan berdirinya Daulah Syiah ash-Shafawi tahun
1501. Saat itulah madzhab resmi Iran berganti menjadi Syiah, dan rakyat
dipaksa untuk memeluk pemahaman ini. Syah Ismail tidak peduli bahwa
mayoritas rakyatnya adalah orang-orang berpaham Ahlussunnah. Ia
mengerahkan seluruh kemampuan dan pengaruhnya untuk memaksa warga
beralih madzhab menjadi Syiah.
Tidak berhenti memberlakukan kebijakan tersebut di dalam negerinya,
Syah Ismail juga berupaya menyebarkan paham Syiah di Daulah Ahlussunnah
seperti Daulah Utsmaniyah. Masyarakat Utsmani menolak keras ajaran Syiah
yang pokok pemikirannya adalah mengkafirkan para sahabat Nabi, melaknat
generasi awal Islam, meyakini adanya perubahan di dalam Alquran, dll.
Ketika Syah Ismail memasuki wilayah Irak, ia membunuhi umat Islam
Ahlussunnah, menghancurkan masjid-masjid, dan merusak pekuburan.
Pemimpin Utsmaniyah, Sultan Salim, menanggapi serius upaya yang
dilakukan oleh Syah Ismail terhadap rakyatnya. Pada tahun 920 H/1514 M,
Sultan Salim membuat keputusan resmi tentang bahaya pemerintah Iran
ash-Shafawi. Ia memperingatkan para ulama, para pejabat, dan rakyatnya
bahwa Iran dengan pemerintah mereka ash-Shafawi adalah bahaya nyata,
tidak hanya bagi Turki Utsmani bahkan bagi masyarakat Islam secara
keseluruhan. Atas masukan dari para ulama, Sultan Salim mengumumkan
jihad melawan Daulah Shafawiyah. Sultan Salim memerintahkan agar para
simpatisan dan pengikut Kerajaan Shafawi yang berada di wilayahnya
ditangkap dan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat dijatuhi
sangsi hukuman mati (Juhud al-Utsmaniyin li Inqadz al-Andalus).
Persekutuan Daulah Shafawiyah dengan Pasukan Salib Melawan Umat Islam
Peperangan antara Daulah Syiah Shafawi dengan umat Islam yang
diwakili Turki Utsmani pun benar-benar terjadi. Sadar bahwa Turki
Utsmani begitu besar untuk ditaklukkan, ash-Shafawi menjalin sekutu
dengan orang-orang kafir Eropa yakni orang Kristen Portugal kemudian
Kerajaan Inggris. Di antara poin kesepatakan kedua kelompok ini adalah
Portugal membantu Shafawi dalam perang terhadap Bahrain, Qathif, dan
Turki Utsmani.
Panglima Portugal, Alfonso de Albuquerque, mengatakan, “Saya sangat
menghormati kalian atas apa yang kalian lakukan terhadap orang-orang
Nasrani di negeri kalian. Sebagai balas jasa, saya persiapkan armada dan
tentara saya untuk kalian dalam menghadapi Turki Utsmani di India. Jika
kalian juga ingin menyerang negeri-negeri Arab atau Mekah, saya
pastikan pasukan Portugal ada di sisi kalian, baik itu di Laut Merah,
Teluk Aden, Bahrain, Qathif, atau di Bashrah, Syah Ismail akan melihat
saya di Pantai Persia dan saya akan melakukan apa yang dia inginkan.” (Qira-ah Jadidah di Tarikh al-Utsmaniyin).
Tawaran kerja sama Portugal ini bukanlah sesuatu yang tanpa pamrih,
mereka menginginkan membangun sebuah pangkalan di Teluk Arab. Bantuan
kerja sama militer ini juga menjanjikan pembagian wilayah taklukkan;
Shafawi mendapatkan Mesir dan Portugal diiming-imingi dengan tanah
Palestina (Qira-ah Jadidah di Tarikh al-Utsmaniyin). Pasukan
Salib Portugal mengtahui, bekerja sama dengan negeri-negeri muslim Teluk
atau mengadakan kontak senjata dengan mereka akan berbuah kegagalan
terhadap misi mereka. Shafawi adalah pilihan tepat bagi mereka untuk
masuk memuluskan misi mereka di dunia Arab.
Selain bekerjasama dengan Portugal, Shafawi juga menjalin hubungan
dengan Kerajaan Inggris untuk memerangi umat Islam di Irak. Di Irak
mereka membunuh 7000 warga Ahlussunnah dari Suku Kurdi, melarang mereka
menunaikan ibadah haji ke Mekah, dan memaksa umat Islam di sana untuk
berhaji ke Kota Masyhad, Iran, kota yang mereka yakini tempat kelahiran
imam mereka, Imam Ali bin Musa ar-Ridha.
Inilah fakta yang terjadi, dibalik slogan-slogan persatuan ternyata
ada tikaman dari belakang. Di balik kesan pahlawan, Syiah bagaikan
serigala yang mengindati domba-domba yang akan dimangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar