SISTEM TANAM PAKSA
Sistem Tanam Paksa terjadi
antara kisaran tahun 1830 sampai dengan 1870 Masehi. Pada tahun 1830, Belanda
mengalami kesulitan keuangan yang disebabkan oleh perang Dipenogoro
(1825-1830), disusul kemudian dengan Perang Belgia (1830-1831). Untuk mengatasi
kesulitan ini, biaya operasional negeri Belanda beserta program kolonialismenya
kemudian dibebankan di atas pundak masyarakat Indonesia oleh Gubernur Jenderal
van den Bosch melalui sistem cultuurstetsel
(Tanam Paksa). Ia memastikan bahwa untuk memperoleh keuntungan harus diterapkan
kembali penyerahan paksa yang telah dipraktikan VOC. Namun, bukan dalam bentuk
uang nelainkan berupa tenaga kerja
untuk menanam tanaman yang laris di pasaran Eropa, seperti kopi, teh, tebu,
indigo dan nila.
Pada tanggal 17 Januari 1832,
van den Bosch diangkat sebagai Komisaris Jenderal sehingga kekuasaanya semakin
besar dan tiada oposisi baginya dalam menjalankan sistem Tanam Paksa.
Dasar-dasar Tanam Paksa pun di undang-undangkan empat tahun kemudian dalam Staatblad No. 2 tahun 1834. Ketentuan pokoknya adalah sebagai berikut :
- Penyerahan sebagian tanah oleh penduduk untuk ditanami tanaman perdagangan yang laku di pasaran Eropa melalui perjanjian.
- Tanah yang harus diserahkan seluas seperlima dari jumlah tanah pertanian satu desa.
- Pekerjaan tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam padi.
- Tanah yang dipergunakan bagi tanaman perdagangan dibebaskan dari pajak.
- Apabila harga tanaman perdagangan lebih besar dari pajak, kelebihannya akan diserahkan kepada penduduk.
- Kerugian yang bukan karena kesalahan petani akan ditanggung pemerintah.
- Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian harus menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah selama 66 hari atau seperlima tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar